Fans Page Facebook http://imankatolik.or.id

imankatolik.or.id on Facebook

Selasa, 10 Agustus 2010

11 Agustus - Yeh 9:1-7; 10:18-22; Mat 18:15-20

 "Apabila saudaramu berbuat dosa tegorlah dia di bawah empat mata."

(Yeh 9:1-7; 10:18-22; Mat 18:15-20)

 

"Apabila saudaramu berbuat dosa, tegorlah dia di bawah empat mata. Jika ia mendengarkan nasihatmu engkau telah mendapatnya kembali. Jika ia tidak mendengarkan engkau, bawalah seorang atau dua orang lagi, supaya atas keterangan dua atau tiga orang saksi, perkara itu tidak disangsikan. Jika ia tidak mau mendengarkan mereka, sampaikanlah soalnya kepada jemaat. Dan jika ia tidak mau juga mendengarkan jemaat, pandanglah dia sebagai seorang yang tidak mengenal Allah atau seorang pemungut cukai. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya apa yang kamu ikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kamu lepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga. Dan lagi Aku berkata kepadamu: Jika dua orang dari padamu di dunia ini sepakat meminta apa pun juga, permintaan mereka itu akan dikabulkan oleh Bapa-Ku yang di sorga. Sebab di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam nama-Ku, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka." (Mat 18:15-20), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan serta mengenangkan pesta St.Klara, perawan, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Ketika ada orang kumpul-kumpul, dua, tiga orang atau lebih, pada umumnya ada kecenderungan umum untuk membicarakan kekurangan atau kesalahan orang lain yang tidak pada saat itu tidak bersama mereka. Ngrumpi atau 'ngrasani' yang isinya membicarakan kekurangan atau kelemahan orang lain memang terasa nikmat dan meriah pada saat itu. Yesus mengingatkan kita bahwa jika saudara kita berbuat dosa hendaknya ditegor di bawah empat mata, dengan kata lain hendaknya dimana dua atau tiga orang atau lebih berkumpul senantiasa dalam nama Tuhan, sehingga apa-apa yang dikatakan atau dibicarakan semakin mendekatkan yang berkumpul dalam Tuhan alias semakin suci bersama-sama. Ketika yang ditegor tidak mendengarkan atau tidak menerima barulah diusahakan pihak ketiga yang diharapkan dapat menegor dengan berhasil dan yang bersangkutan dengan rendah hati berani mengakui kesalahaan atau kekurangannya. St.Klara yang kita rayakan pada hari ini kiranya dapat menjadi teladan kesucian serta motivasi atau dorongan bagi rekan-rekan gadis untuk mengikuti cara hidup St.Klara dengan mempersembahkan diri seutuhnya kepada Tuhan dalam pelayanan bagi sesama, lebih-lebih yang miskin dan berkekurangan. Kami juga mengingatkan rekan-rekan gadis untuk menjaga keperawanannya sebelum hidup berkeluarga, tidak melakukan hubunngan seks sebelum nikah. Persembahkan keperawanan anda kepada 'yang terkasih', entah Tuhan atau suami anda, sebagai wujud kasih dan syukur atas anugerah Tuhan.


·   "Kelihatannya muka mereka adalah serupa dengan muka yang kulihat di tepi sungai Kebar. Masing-masing berjalan lurus ke mukanya." (Yeh 10:22). Kutipan ini merupakan bagian dari sharing Yeheskiel perihal penglihatan akan makhluk-makluk yang baik. "Masing-masing berjalan lurus ke mukanya", kata-kata inilah kiranya yang baik kita renungkan atau refleksikan. Kita semua dipanggil untuk berjalan lurus ke muka, artinya senantiasa berujud lurus serta  mengusahakan terwujudnya ujud tersebut dengan cara yang lurus juga, cara yang baik dan berbudi pekerti luhur. Maka dengan ini kami mengingatkan dan mengajak baik bagi mereka yang masih belajar maupun sudah bekerja. Bagi yang masih belajar, yaitu para murid/peserta didik, pelajar maupun mahasiswa, kami ajak untuk sungguh belajar sehingga terampil belajar. Usahakan terus menerus selama belajar agar semakin terampil belajar. Tanamkan dalam diri anda sikap mental 'belajar terus menerus', ongoing education, ongoing formation. Kepada para pekerja, entah dalam bidang pekerjaan atau pelayanan apapun, kami harapkan selama bekerja berusaha agar semakin terampil bekerja atau melayani. Percayalah bahwa jika anda semakin terampil bekerja atau melayani pasti akan semakin sejahtera dan damai-bahagia juga. Kepada para orangtua kami berharap sungguh mendampingi dan mendidik anak-anaknya untuk senantiasa memiliki ujud lurus serta mewujudkannya dengan cara yang lurus juga, tentu saja teladan orangtua sungguh menjadi kunci keberhasilan pendidikan atau pendampingan.tersebut. Kita semua dipanggil untuk hidup dan bertindak dengan jujur dimanapun dan kapanpun. "Jujur adalah sikap dan perilaku yang tidak suka berbohong dan berbuat curang, berkata-kata apa adanya dan berani mengakui kesalahan, serta berkorban untuk kebenaran" (Prof Dr. Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka – Jakarta 1997 , hal 12).

 

"Haleluya! Pujilah, hai hamba-hamba TUHAN, pujilah nama TUHAN! Kiranya nama TUHAN dimasyhurkan, sekarang ini dan selama-lamanya. Dari terbitnya sampai kepada terbenamnya matahari terpujilah nama TUHAN. TUHAN tinggi mengatasi segala bangsa, kemuliaan-Nya mengatasi langit. Siapakah seperti TUHAN, Allah kita, yang diam di tempat yang tinggi, yang merendahkan diri untuk melihat ke langit dan ke bumi?"

(Mzm 113:1-6)

  

Jakarta, 11 Agustus 2010


Senin, 09 Agustus 2010

10 Agustus - 2Kor 9:6-10; Yoh 12:24-26

"Ia harus mengikut Aku dan di mana Aku berada"

(2Kor 9:6-10; Yoh 12:24-26)

 

"Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya jikalau biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja; tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak buah. Barangsiapa mencintai nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, tetapi barangsiapa tidak mencintai nyawanya di dunia ini, ia akan memeliharanya untuk hidup yang kekal. Barangsiapa melayani Aku, ia harus mengikut Aku dan di mana Aku berada, di situ pun pelayan-Ku akan berada. Barangsiapa melayani Aku, ia akan dihormati Bapa" (Yoh 12:24-26), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

Berrefleksi atas bacaan-bacaan dalam rangka mengenangkan pesta St.Laurentius, diakon dan martir, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   "Memiliki iman yang utuh, terdorong oleh maksud yang benar, berilmu pengetahuan yang dituntut, mempunyai nama baik, hidup tak bercela serta dilengkapi dengan keutamaan-keutamaan yang teruji dan sifat-sifat lainnya, baik fisik maupun psikis" (KHK kan 1028), demikian kurang lebih ciri-ciri yang harus ada dalam diri sesorang  yang hendak ditabiskan menjadi diakon atau imam. Fungsi utama diakon adalah pelayanan, hidup dan bertindak dengan menghayati sabda Yesus "Barangsiapa melayani Aku, ia akan dihormati Bapa". Hidup melayani berarti senantiasa berusaha membahagiakan atau menyelamatkan orang lain sebagaimana dilakukan oleh para pelayan atau pembantu rumah tangga yang baik di dalam keluarga-keluarga atau  komunitas-komunitas. "Ia mengikuti Aku dan dimana Aku berada, di situpun pelayan-Ku akan berada". Seorang pelayan yang baik senantiasa melihat dan menghayati kehadiran Tuhan dalam diri orang yang harus dilayani, ia memperhatikan terus-menerus mereka yang harus dilayani, entah secara phisik atau spiritual.  Pelayan baik pada umumnya juga memliki nama baik dan hidup tak bercela. Maka dalam rangka mengenangkan pesta St.Laurentius, diakon dan martir, kami mengajak kita semua untuk saling membantu dan mengingatkan dalam hal hidup saling melayani, menjaga nama baik maupun hidup tak bercela. Dengan kata lain kami berharap pada kita semua untuk saling melihat dan menghayati apa yang baik, indah, luhur dan mulia dalam diri kita masing-masing, menghayati kehadiran Tuhan dalam diri kita, sehingga kita dimungkinkan untuk hidup saling melayani, membahagiakan adan menyelamatkan.

·   "Camkanlah ini: Orang yang menabur sedikit, akan menuai sedikit juga, dan orang yang menabur banyak, akan menuai banyak juga. Hendaklah masing-masing memberikan menurut kerelaan hatinya, jangan dengan sedih hati atau karena paksaan, sebab Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita" (2Kor 9:6-7). Menabur atau memberi dengan sukarela dan sukacita itulah panggilan dan tugas pengutusan kita semua, maka baiklah kita senantiasa berusaha untuk saling menabur dan memberi dengan sukarela dan sukacita, entah menabur atau.memberi apapun, tentu saja apa-apa yang baik dan menyelamatkan jiwa manusia. Ingat bahwa para petani senantiasa  berusaha menabur benih baik serta memberi perhatian apa yang telah mereka tabur dengan penuh kasih. Maaf kalau agak kurang sopan: ingat juga bahwa lak-laki/bapak telah menabur benih ke dalam telor perempuan/ibu dengan penuh kasih mesra, kehangatan dan kegairahan serta kegembiraan ketika sedang dalam berhubungan seksual. Para orangtua memberi aneka macam bimbingan, didikan, asuhan dst..bagi anak-anaknya, para guru memberi aneka pengetahuan kepada para muridnya, dst.. Memberi dengan sukacita dan sukarela akan membuat si penerima bergembira, bergairah dan bersyukur serta berterimakasih. Kebahagiaan sejati hemat saya dalam memberi dengan sukarela dan sukacita. Marilah kita beri perhatian mereka yang miskin dan berkekurangan dengan sukarela dan sukacita, sesuai dengan kebutuhan mereka agar dapat hidup sejahtera dan damai. Semoga kia semua tidak tumbuh berkembang menjadi orang yang egois dan pelit, hanya mencari keuntungan atau kenikmatan diri sendiri. Salah satu kehausan atau kelaparan yang sungguh memprihatinkan masa kini hemat saya adalah haus dan lapar akan kasih dan perhatian, maka kami berharap para orangtua sungguh memberi kasih dan perhatian bagi anak-anaknya, bukan harta benda atau uang. Berilah anak-anak nilai-nilai atau keutamaan-keutamaan hidup yang tak akan mudah luntur atau hancur karena aneka macam tantangan, masalah dan malapetaka.

 

"Mujur orang yang menaruh belas kasihan dan yang memberi pinjaman, yang melakukan urusannya dengan sewajarnya. Sebab ia takkan goyah untuk selama-lamanya; orang benar itu akan diingat selama-lamanya. Ia tidak takut kepada kabar celaka, hatinya tetap, penuh kepercayaan kepada TUHAN. Hatinya teguh, ia tidak takut, sehingga ia memandang rendah para lawannya. Ia membagi-bagikan, ia memberikan kepada orang miskin; kebajikannya tetap untuk selama-lamanya, tanduknya meninggi dalam kemuliaan." (Mzm 112:5-9)

Jakarta, 10 Agustus 2010 

  .  


Minggu, 08 Agustus 2010

9 Agustus - Yeh 1:2-5.24-2:1a; Mat 17:22-27

"Jangan kita menjadi batu sandungan bagi mereka"

(Yeh 1:2-5.24-2:1a; Mat 17:22-27)


"Pada waktu Yesus dan murid-murid-Nya bersama-sama di Galilea, Ia berkata kepada mereka: "Anak Manusia akan diserahkan ke dalam tangan manusia dan mereka akan membunuh Dia dan pada hari ketiga Ia akan dibangkitkan." Maka hati murid-murid-Nya itu pun sedih sekali. Ketika Yesus dan murid-murid-Nya tiba di Kapernaum datanglah pemungut bea Bait Allah kepada Petrus dan berkata: "Apakah gurumu tidak membayar bea dua dirham itu?" Jawabnya: "Memang membayar." Dan ketika Petrus masuk rumah, Yesus mendahuluinya dengan pertanyaan: "Apakah pendapatmu, Simon? Dari siapakah raja-raja dunia ini memungut bea dan pajak? Dari rakyatnya atau dari orang asing?" Jawab Petrus: "Dari orang asing!" Maka kata Yesus kepadanya: "Jadi bebaslah rakyatnya. Tetapi supaya jangan kita menjadi batu sandungan bagi mereka, pergilah memancing ke danau. Dan ikan pertama yang kaupancing, tangkaplah dan bukalah mulutnya, maka engkau akan menemukan mata uang empat dirham di dalamnya. Ambillah itu dan bayarkanlah kepada mereka, bagi-Ku dan bagimu juga." (Mat 17:22-27), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Kepekaan sosial atau kepedulian terhadap orang lain merupakan salah satu cirikhas dari orang yang baik dan berbudi pekerti luhur. Orang yang memiliki kepekaan atau kepedulian terhadap orang lain berusaha seoptimal mungkin agar cara hidup dan cara bertindaknya tidak menjadi 'batu sandungan' bagi orang lain untuk berbuat dosa atau melakukan kejahatan, tetapi menjadi dorongan atau motivasi bagi orang lain untuk semakin hidup baik, beriman dan berbudi pekerti luhur, sebagaimana dilakukan oleh Yesus dan para rasul dalam hal pembayaran pajak. Maka dengan ini kami berharap kepada kita semua untuk berusaha seoptimal mungkin agar cara hidup dan cara bertindak kita tidak menjadi 'batu sandungan' bagi orang lain untuk berbuat jahat atau berdosa. Hendaknya cara hidup dan cara bertindak kita tidak merangsang orang lain untuk berbuat dosa, misalnya cara berpakaian, pemakaian aneka asesori atau perhiasan, cara bicara dst… Memang dalam hal 'batu sandungan' ini bagi mereka yang terpandang dalam hidup bersama sungguh tantangan, karena dimanapun berada atau kemanapun pergi senantiasa menjadi perhatian orang. Hendaknya para orangtua, guru, pemimpin atau atasan tidak menjadi batu sandungan bagi anak-anak, peserta didik, anggota atau bawahan. Mereka yang terpandang atau berada 'di atas' hendaknya menjadi teladan dalam hal hidup yang dipersembahkan kepada Tuhan seutuhnya melalui sesamanya dengan melayani, membahagiakan dan menyelamatkan mereka. Secara khusus kami berharap kepada para pemimpin kelompok hidup beragama di tingkat apapun senantiasa berusaha untuk tidak menjadi batu sandungan bagi umat untuk melakukan kejahatan atau berdosa.

·   "Begitulah kelihatan gambar kemuliaan TUHAN" (Yeh 1:28b).  Yeheskiel menggambarkan kemuliaan Tuhan dengan 'makhluk hidup' di cakrawala yang sungguh menakjubbkan serta membuat orang bersembah sujud dan berusaha mendengarkan suara dari 'makhluk hidup' tersebut.  Kita semua adalah ciptaan Tuhan, yang diciptakan sesuai dengan gambar atau citraNya, dengan kata lain Tuhan hidup dan berkarya di dalam diri kita, manusia yang lemah dan rapuh ini. Kita dipanggil untuk menyaksikan karya Tuhan dalam diri kita sendiri maupun sesama kita, dan tentu saja pertama-tama dan terutama kita sendiri memang sungguh layak menjadi 'bait Tuhan'. Masing-masing dari kita diharapkan menjadi 'bait Tuhan' agar dengan demikian kita juga akan saling bersembah-sujud sata sama lain dimanapun dan kapapun. Sembah sujud kepada Tuhan harus menjadi nyata juga dalam sembah sujud kepada sesama manusia. Marilah kita saling melihat apa yang indah, luhur, mulia dan baik dalam diri kita masing-masing. Mungkin yang paling mudah adalah tubuh yang indah alias cantik atau tampan, sehingga senantiasa mempesona bagi orang lain. Hendaknya kecantikan atau ketampanan tersebut dihayati sebagai karya atau anugerah Tuhan artinya tidak menjadi bahan pelecehan atau dorongan atau motivasi untuk berbuat jahat dan berdosa. Rekan-rekan gadis atau perempuan yang merasa diri sungguh cantik dan menjadi perhatian orang lain kami harapkan tetap menghadirkan diri sedemikian rupa sehingga menjadi dorongan atau motivasi bagi orang lain untuk semakin bersembah-sujud kepada Tuhan; hendaknya jangan merangsang orang lain untuk berdosa. Kepada mereka yang kaya, pandai atau cerdas kami harapkan tetap rendah hati, semakin kaya atau semakin pandai hendaknya semakin rendah hati. Pendek kata semakin banyak menerima anugerah Tuhan, entah berupa kekayaan, pengalaman, kecerdasan, kesehatan, kecantikan, ketampanan dll,. hendaknya semakin rendah hati.

 

"Hai raja-raja di bumi dan segala bangsa, pembesar-pembesar dan semua pemerintah dunia; hai teruna dan anak-anak dara, orang tua dan orang muda! Biarlah semuanya memuji-muji TUHAN, sebab hanya nama-Nya saja yang tinggi luhur, keagungan-Nya mengatasi bumi dan langit." (Mzm 148:11-13)

.  

Jakarta, 9 Agustus 2010