"Kamu adalah garam dunia"
(1Kor 1:18-25; Mat 5:13-19)
"Kamu adalah garam dunia. Jika garam itu menjadi tawar, dengan apakah
ia diasinkan? Tidak ada lagi gunanya selain dibuang dan diinjak orang.
Kamu adalah terang dunia. Kota yang terletak di atas gunung tidak
mungkin tersembunyi. Lagipula orang tidak menyalakan pelita lalu
meletakkannya di bawah gantang, melainkan di atas kaki dian sehingga
menerangi semua orang di dalam rumah itu. Demikianlah hendaknya
terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu
yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga." "Janganlah kamu
menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab
para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk
menggenapinya. Karena Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya selama belum
lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau satu titik pun tidak akan
ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi. Karena itu
siapa yang meniadakan salah satu perintah hukum Taurat sekalipun yang
paling kecil, dan mengajarkannya demikian kepada orang lain, ia akan
menduduki tempat yang paling rendah di dalam Kerajaan Sorga; tetapi
siapa yang melakukan dan mengajarkan segala perintah-perintah hukum
Taurat, ia akan menduduki tempat yang tinggi di dalam Kerajaan Sorga"
(Mat 5:13-19), demikian kutipan Warta Gembira hari ini
Berrefleksi atas bacaan-bacaan dalam rangka mengenangkan pesta St
Yustinus, martir, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana
sebagai berikut:
· Dalam hidup bersama dimana pun dan kapan pun hemat saya senantiasa
ada tata tertib atau aturan yang harus dihayati atau dilakukan oleh
siapapun yang ada dalam kebersamaan tersebut. Kebanyakan orang masa
kini kurang peka terhadap aturan atau tata tertib, apalagi
melakukannya, maka hemat saya setia menghayati atau melakukan aturan
atau tata tertib tanpa cacat pada masa kini rasanya sungguh merupakan
suatu bentuk kemartiran tersendiri. Dengan kata lain salah satu bentuk
kemartiran yang kiranya baik kita hayati pada masa kini antara lain
setia pada panggilan, tugas pengutusan beserta aturan atau tata tertib
yang menyertainya. Maka sekali lagi perkenankan saya mengutip lagi
salah satu arti atau makna setia. "Setia adalah sikap dan perilaku
yang menunjukkan keterikatan dan kepedulian atas perjanjian yang telah
dibuat. Ini diwujudkan dalam perilaku tetap memilih dan
mempertahankan perjanjian yang telah dibuat dari godaan-godaan lain
yang lebih menguntungkan" (Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman
Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka – Jakarta 1997, hal
24-25). Kami berharap kepada kita semua, entah panggilan, tugas
pengutusan maupun pekerjaan apapun, untuk senantiasa setia
melaksanakan atau menghayatinya. Godaan-godaan berupa aneka kenikmatan
yang merongrong hidup setia pada masa kini memang banyak sekali.
Marilah kita hadapi aneka godaan dengan penuh perjuangan dan
pengorbanan, meneladan Yesus yang begitu setia melaksanakan tugas
penyelamatan dunia sampai harus menderita dan wafat di kayu salib.
Dengan kata lain kami harapkan kita juga berusaha untuk memperdalam
dan memperkembangkan matiraga atau lakutapa.
· "Orang-orang Yahudi menghendaki tanda dan orang-orang Yunani
mencari hikmat, tetapi kami memberitakan Kristus yang disalibkan:
untuk orang-orang Yahudi suatu batu sandungan dan untuk orang-orang
bukan Yahudi suatu kebodohan, tetapi untuk mereka yang dipanggil, baik
orang Yahudi, maupun orang bukan Yahudi, Kristus adalah kekuatan Allah
dan hikmat Allah" (1Kor 1:22-24). Sebagai orang yang beriman kepada
Yesus Kristus kita sering membuat tanda salib, semoga hal ini tidak
sekedar basa-basi atau liturgis belaka, melainkan sungguh menjadi
nyata dalam cara hidup dan cara betindak yang dijiwai oleh Yang
Tersalib. Dengan kata lain cara berpikir kita hendaknya meneladan cara
berpikir Yang tersalib, yaitu senantiasa rela mengorbankan diri demi
keselamatan atau kebahagiaan orang lain, terutama kebahagiaan atau
keselamatan jiwanya. Semoga dimana pun dan kapan pun kita senantiasa
mengutamakan dan mengusahakan keselamatan jiwa umat manusia. Secara
konkret kiranya kita dapat bercermin pada pasangan laki-laki dan
perempuan yang sedang berpacaran dan 'mabuk cinta', bukankah
masing-masing senantiasa mengusahakan keselamatan pasangannya. Antara
lain demi pacar meskipun lelah tidak mengakui lelah, meskipun lapar
tidak mengakui lapar, meskipun tidak enak mengakui enak dst.. Cinta
macam itu kiranya tak masuk akal, dan memang cintakasih sejati sering
tak mungkin dapat difahami secara logis belaka. Memberitakan salib
hemat saya senada memberitakan atau menyebarluaskan cintakasih, yang
tak kenal batas ruang dan waktu, suku, bahasa maupun agama. Cinta
kasih sejati berasal dari Allah, dan merupakan 'kekuatan Allah dan
hikmat Allah'.
"Bersyukurlah kepada TUHAN dengan kecapi, bermazmurlah bagi-Nya dengan
gambus sepuluh tali! Nyanyikanlah bagi-Nya nyanyian baru; petiklah
kecapi baik-baik dengan sorak-sorai! Sebab firman TUHAN itu benar,
segala sesuatu dikerjakan-Nya dengan kesetiaan.Ia senang kepada
keadilan dan hukum; bumi penuh dengan kasih setia TUHAN." (Mzm 33:2-5)
Ign 1 Juni 2013
(1Kor 1:18-25; Mat 5:13-19)
"Kamu adalah garam dunia. Jika garam itu menjadi tawar, dengan apakah
ia diasinkan? Tidak ada lagi gunanya selain dibuang dan diinjak orang.
Kamu adalah terang dunia. Kota yang terletak di atas gunung tidak
mungkin tersembunyi. Lagipula orang tidak menyalakan pelita lalu
meletakkannya di bawah gantang, melainkan di atas kaki dian sehingga
menerangi semua orang di dalam rumah itu. Demikianlah hendaknya
terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu
yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga." "Janganlah kamu
menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab
para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk
menggenapinya. Karena Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya selama belum
lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau satu titik pun tidak akan
ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi. Karena itu
siapa yang meniadakan salah satu perintah hukum Taurat sekalipun yang
paling kecil, dan mengajarkannya demikian kepada orang lain, ia akan
menduduki tempat yang paling rendah di dalam Kerajaan Sorga; tetapi
siapa yang melakukan dan mengajarkan segala perintah-perintah hukum
Taurat, ia akan menduduki tempat yang tinggi di dalam Kerajaan Sorga"
(Mat 5:13-19), demikian kutipan Warta Gembira hari ini
Berrefleksi atas bacaan-bacaan dalam rangka mengenangkan pesta St
Yustinus, martir, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana
sebagai berikut:
· Dalam hidup bersama dimana pun dan kapan pun hemat saya senantiasa
ada tata tertib atau aturan yang harus dihayati atau dilakukan oleh
siapapun yang ada dalam kebersamaan tersebut. Kebanyakan orang masa
kini kurang peka terhadap aturan atau tata tertib, apalagi
melakukannya, maka hemat saya setia menghayati atau melakukan aturan
atau tata tertib tanpa cacat pada masa kini rasanya sungguh merupakan
suatu bentuk kemartiran tersendiri. Dengan kata lain salah satu bentuk
kemartiran yang kiranya baik kita hayati pada masa kini antara lain
setia pada panggilan, tugas pengutusan beserta aturan atau tata tertib
yang menyertainya. Maka sekali lagi perkenankan saya mengutip lagi
salah satu arti atau makna setia. "Setia adalah sikap dan perilaku
yang menunjukkan keterikatan dan kepedulian atas perjanjian yang telah
dibuat. Ini diwujudkan dalam perilaku tetap memilih dan
mempertahankan perjanjian yang telah dibuat dari godaan-godaan lain
yang lebih menguntungkan" (Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman
Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka – Jakarta 1997, hal
24-25). Kami berharap kepada kita semua, entah panggilan, tugas
pengutusan maupun pekerjaan apapun, untuk senantiasa setia
melaksanakan atau menghayatinya. Godaan-godaan berupa aneka kenikmatan
yang merongrong hidup setia pada masa kini memang banyak sekali.
Marilah kita hadapi aneka godaan dengan penuh perjuangan dan
pengorbanan, meneladan Yesus yang begitu setia melaksanakan tugas
penyelamatan dunia sampai harus menderita dan wafat di kayu salib.
Dengan kata lain kami harapkan kita juga berusaha untuk memperdalam
dan memperkembangkan matiraga atau lakutapa.
· "Orang-orang Yahudi menghendaki tanda dan orang-orang Yunani
mencari hikmat, tetapi kami memberitakan Kristus yang disalibkan:
untuk orang-orang Yahudi suatu batu sandungan dan untuk orang-orang
bukan Yahudi suatu kebodohan, tetapi untuk mereka yang dipanggil, baik
orang Yahudi, maupun orang bukan Yahudi, Kristus adalah kekuatan Allah
dan hikmat Allah" (1Kor 1:22-24). Sebagai orang yang beriman kepada
Yesus Kristus kita sering membuat tanda salib, semoga hal ini tidak
sekedar basa-basi atau liturgis belaka, melainkan sungguh menjadi
nyata dalam cara hidup dan cara betindak yang dijiwai oleh Yang
Tersalib. Dengan kata lain cara berpikir kita hendaknya meneladan cara
berpikir Yang tersalib, yaitu senantiasa rela mengorbankan diri demi
keselamatan atau kebahagiaan orang lain, terutama kebahagiaan atau
keselamatan jiwanya. Semoga dimana pun dan kapan pun kita senantiasa
mengutamakan dan mengusahakan keselamatan jiwa umat manusia. Secara
konkret kiranya kita dapat bercermin pada pasangan laki-laki dan
perempuan yang sedang berpacaran dan 'mabuk cinta', bukankah
masing-masing senantiasa mengusahakan keselamatan pasangannya. Antara
lain demi pacar meskipun lelah tidak mengakui lelah, meskipun lapar
tidak mengakui lapar, meskipun tidak enak mengakui enak dst.. Cinta
macam itu kiranya tak masuk akal, dan memang cintakasih sejati sering
tak mungkin dapat difahami secara logis belaka. Memberitakan salib
hemat saya senada memberitakan atau menyebarluaskan cintakasih, yang
tak kenal batas ruang dan waktu, suku, bahasa maupun agama. Cinta
kasih sejati berasal dari Allah, dan merupakan 'kekuatan Allah dan
hikmat Allah'.
"Bersyukurlah kepada TUHAN dengan kecapi, bermazmurlah bagi-Nya dengan
gambus sepuluh tali! Nyanyikanlah bagi-Nya nyanyian baru; petiklah
kecapi baik-baik dengan sorak-sorai! Sebab firman TUHAN itu benar,
segala sesuatu dikerjakan-Nya dengan kesetiaan.Ia senang kepada
keadilan dan hukum; bumi penuh dengan kasih setia TUHAN." (Mzm 33:2-5)
Ign 1 Juni 2013
0 komentar:
Posting Komentar