Fans Page Facebook http://imankatolik.or.id

imankatolik.or.id on Facebook

Kamis, 23 Mei 2013

24 mei

"Apakah seorang suami diperbolehkan menceraikan isterinya?"

(Sir 6:5-17; Mrk 10:1-12)

"Dari situ Yesus berangkat ke daerah Yudea dan ke daerah seberang
sungai Yordan dan di situ pun orang banyak datang mengerumuni Dia; dan
seperti biasa Ia mengajar mereka pula. Maka datanglah orang-orang
Farisi, dan untuk mencobai Yesus mereka bertanya kepada-Nya: "Apakah
seorang suami diperbolehkan menceraikan isterinya?" Tetapi jawab-Nya
kepada mereka: "Apa perintah Musa kepada kamu?" Jawab mereka: "Musa
memberi izin untuk menceraikannya dengan membuat surat cerai." Lalu
kata Yesus kepada mereka: "Justru karena ketegaran hatimulah maka Musa
menuliskan perintah ini untuk kamu. Sebab pada awal dunia, Allah
menjadikan mereka laki-laki dan perempuan, sebab itu laki-laki akan
meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga
keduanya itu menjadi satu daging. Demikianlah mereka bukan lagi dua,
melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak
boleh diceraikan manusia." Ketika mereka sudah di rumah, murid-murid
itu bertanya pula kepada Yesus tentang hal itu. Lalu kata-Nya kepada
mereka: "Barangsiapa menceraikan isterinya lalu kawin dengan perempuan
lain, ia hidup dalam perzinahan terhadap isterinya itu. Dan jika si
isteri menceraikan suaminya dan kawin dengan laki-laki lain, ia
berbuat zinah." (Mrk 10:1-12) , demikian kutipan Warta Gembira hari
ini

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan
sederhana sebagai berikut:

·   Menurut Harian Republika jumlah perceraian di Indonesia tahun 2009
ada 216.286, dan tahun berikutnya 2010 ada 285.184, berarti setiap
tahun terjadi kenaikan jumlah perceraian dari tahun ke tahun terus
meningkat. Alasan perceraian antara lain masalah keharmonisan,
tanggungjawab dan ekonomi. Memang hidup saling mengasihi dengan
segenap hati, segenap jiwa, segenap akal budi dan segenap tenaga/tubuh
baik dalam untung dan malang sampai mati, sebagaimana dijanjikan dalam
mengawali hidup sebagai suami-isteri tidak mudah. Semakin maju dan
berkembang aneka kebudayaan dan teknologi rasanya tantangan hidup
berkeluarga sebagai suami-isteri semakin berat dan banyak. Dalam agama
Islam memang dimungkinkan adanya perceraian, namun dalam Katolik tidak
boleh adanya perceraian kecuali memang ada alasan yang dapat
dipertanggungjawabkan secara kanonik/ Hukum Gereja Katolik. Yang
menjadi akar perceraian adalah ketegaran hati, dimana orang tidak
saling memperhatikan lagi. Memang salah satu wujud cintakasih adalah
saling memperhatikan dan secara konkret saling memboroskan waktu dan
tenaga satu sama lain. Kemajuan zaman memang membuat orang begitu
sibuk bekerja sehingga sering kurang memberikan waktu dan tenaga bagi
pasangan hidupnya atau kurang berkomunikasi. Sarana komunikasi seperti
HP atau Internet justru sering juga menjadi pendorong dan pendukung
ketidak-setiaan suami-isteri alias dengan mudah berselingkuh yang
berkembang ke perceraian. Kami berharap keluarga-keluarga Katolik
dapat menjadi saksi atau teladan kesetiaan hidup sebagai suami-isteri,
hidup berkeluarga. Keluarga yang harmonis, penuh tanggungjawab
merupakan dasar atau modal hidup bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara maupun beragama dengan baik. Sekali lagi saya serukan:
hendaknya suam-isteri saling memboroskan waktu dan tenaga bagi
pasangan hidupnya.

·   "Sahabat setiawan merupakan perlindungan yang kokoh, barangsiapa
menemukan orang serupa itu sungguh mendapat harta. Sahabat setiawan
tiada ternilai, dan harganya tidak ada tertimbang. Sahabat setiawan
adalah obat kehidupan, orang yang takut akan Tuhan memperolehnya.
Orang yang takut akan Tuhan memelihara persahabatan dengan lurus hati,
sebab seperti ia sendiri demikianpun temannya." (Sir 6:14-17). Kutipan
di atas ini mengajak dan mengingatkan kita semua agar hidup dengan
setia pada panggilan dan tugas pengutusan kita masing-masing serta
senantiasa "memelihara persahabataan dengan lurus hati". "Setia adalah
sikap dan perilaku yang menunjukkan keterikatan dan kepedulian atas
perjanjian yang telah diikat. Ini diwujudkan dalam perilaku tetap
memilih dan mempertahankan perjanjian yang telah dibuat dari
godaan-godaan lain yang lebih menguntungkan" (Prof Dr Edi
Sedyawati/edit: Pedoman Pennaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka –
Jakarta 1997, hal 24-25). Kita semua mendambakan hidup damai,
sejahtera dan bahagia lahir-batin, fisik-spiritual sampai mati, maka
marilah kita berusaha untuk hidup setia dalam situasi dan kondisi
apapun. Godaan dan rayuan yang merongrong kesetiaan hendaknya dilawan.
Salah satu kekuatan untuk setia antara lain orang dapat mengatur dan
memfungsikan uang atau harta benda sesuai dengan tujuannya. Uang
memang dapat menjadi jalan ke neraka atau jalan ke sorga, dan marilah
kita fungsikan yang sebagai jalan menuju ke sorga, untuk itu jauhkan
aneka cara hidup berfoya-foya yang merusak tubuh maupun kebersamaan
hidup kita.

"Terpujilah Engkau, ya TUHAN; ajarkanlah ketetapan-ketetapan-Mu
kepadaku.Aku akan bergemar dalam ketetapan-ketetapan-Mu; firman-Mu
tidak akan kulupakan.Singkapkanlah mataku, supaya aku memandang
keajaiban-keajaiban dari Taurat-Mu." (Mzm 119:12.16.18)

Ign 24 Mei 2013

0 komentar: