Barangsiapa menyambut seorang anak seperti ini dalam namaKu ia menyambut Aku"
(Sir 2:1-11; Mrk 9:30-37)
"Yesus dan murid-murid-Nya berangkat dari situ dan melewati Galilea,
dan Yesus tidak mau hal itu diketahui orang; sebab Ia sedang mengajar
murid-murid-Nya. Ia berkata kepada mereka: "Anak Manusia akan
diserahkan ke dalam tangan manusia, dan mereka akan membunuh Dia, dan
tiga hari sesudah Ia dibunuh Ia akan bangkit." Mereka tidak mengerti
perkataan itu, namun segan menanyakannya kepada-Nya. Kemudian tibalah
Yesus dan murid-murid-Nya di Kapernaum. Ketika Yesus sudah di rumah,
Ia bertanya kepada murid-murid-Nya: "Apa yang kamu perbincangkan tadi
di tengah jalan?" Tetapi mereka diam, sebab di tengah jalan tadi
mereka mempertengkarkan siapa yang terbesar di antara mereka. Lalu
Yesus duduk dan memanggil kedua belas murid itu. Kata-Nya kepada
mereka: "Jika seseorang ingin menjadi yang terdahulu, hendaklah ia
menjadi yang terakhir dari semuanya dan pelayan dari semuanya." Maka
Yesus mengambil seorang anak kecil dan menempatkannya di tengah-tengah
mereka, kemudian Ia memeluk anak itu dan berkata kepada mereka:
"Barangsiapa menyambut seorang anak seperti ini dalam nama-Ku, ia
menyambut Aku. Dan barangsiapa menyambut Aku, bukan Aku yang
disambutnya, tetapi Dia yang mengutus Aku." (Mrk 9:30-37), demikian
kutipan Warta Gembira hari ini
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan
sederhana sebagai berikut:
• Dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara pada umumnya yang
disambut dengan penuh hormat adalah mereka yang lebih tua atau lanjut
usia atau mereka yang sungguh berjasa demi kehidupan bersama atau yang
memiliki banyak pengalaman. Dalam hidup beriman kita diingatkan oleh
Yesus agar lebih menghormati anak kecil daripada orang dewasa. Mengapa
demikian? Karena yang layak untuk dihormati dalam hidup beriman atau
beragama tidak lain adalah mereka yang paling suci. Kiranya kita harus
sadar dan mengakui bahwa anak-anak kecil lebih suci daripada orang
dewasa, karena pada umumnya tambah usia dan pengalaman juga bertambah
dosanya, sedangkan anak-anak kecil belum berdosa. Maka dengan ini kami
mengingatkan dan mengajak segenap umat beriman atau beragama untuk
menyambut anak-anak kecil seperti menyambut Tuhan. Secara khusus kami
mengingatkan dan mengajak para orangtua maupun guru/pendidik agar
anak-anak atau peserta didik disambut dan diperlakukan dengan sebaik
mungkin, dengan kata lain didik dan damping anak-anak dengan segenap
hati, segenap jiwa, segenap akal budi dan segenap tenaga atau tubuh.
Orangtua maupun para guru/pendidik hendaknya lebih takut atau khawatir
ketika anak-anak atau peserta didik tidak tumbuh berkembang sebagai
pribadi cerdas beriman daripada takut kepada pimpinan sekolah atau
masyarakat. Kepada semuanya kami ingatkan dan ajak untuk lebih
mengutamakan pendidikan anak-anak dalam hidup bersama. Semoga anggaran
untuk pendidikan sungguh memadai di negeri kita ini serta tidak
dikorupsi. Tidak mendidik dan membina anak-anak dengan baik berarti
pelan-pelan 'bunuh diri' atau menghancurkan diri sendiri.
• "Anakku, jikalau engkau bersiap untuk mengabdi kepada Tuhan, maka
bersedialah untuk pencobaan. Hendaklah hatimu tabah dan jadi teguh,
dan jangan gelisah pada waktu yang malang. Berpautlah kepada Tuhan,
jangan murtad dari pada-Nya, supaya engkau dijunjung tinggi pada akhir
hidupmu. Segala-galanya yang menimpa dirimu terimalah saja, dan
hendaklah sabar dalam segala perubahan kehinaanmu.Sebab emas diuji di
dalam api, tetapi orang yang kepadanya Tuhan berkenan dalam kancah
penghinaan." (Sir 2:1-5). Kutipan di atas ini kiranya sungguh
merupakan nasihat atau saran yang begitu bagus dan mudah difahami,
namun mungkin sulit untuk dihayati. Setia hidup beriman atau mengabdi
Tuhan memang harus siap sedia menghadapi aneka pencobaan, masalah,
tantangan dan hambatan, dan untuk itu harus siap sedia untuk berjuang
dan berkorban. Maka hadapi dan sikapi aneka pencobaan, tantangan,
masalah maupun hambatan sebagai wahana pendewasaan atau pendidikan
iman kita agar semakin handal dan tangguh. Penderitaan yang lahir dari
kesetiaan hidup beriman merupakan wahana atau jalan menuju ke
kemurnian iman, menghilangkan aneka kepura-puraan atau kepalsuan.
Marilah kita meneladan satria-satria Pandawa Lima, sebagaimana
dikisahkan dalam pewayangan, bahwa sejak kecil mereka telah digembleng
melalui aneka penderitaan dan tantangan, sehingga kemudian tumbuh
berkembang sebagai tokoh-tokoh yang handal dan tangguh dalam
peperangan atau mengatasi aneka persoalan hidup. Kami berharap sekali
lagi agar orangtua tidak memanjakan anak-anaknya, melainkan fungsikan
anak-anak sedini mungkin dalam kehidupan bersama sesuai dengan
perkembangan dan kemungkinan, dengan kata lain hayati 'kaderisasi'
anak-anak sedini mungkin.
"Jauhilah yang jahat dan lakukanlah yang baik, maka engkau akan tetap
tinggal untuk selama-lamanya;8 sebab TUHAN mencintai hukum, dan Ia
tidak meninggalkan orang-orang yang dikasihi-Nya. Sampai
selama-lamanya mereka akan terpelihara, tetapi anak cucu orang-orang
fasik akan dilenyapkan." (Mzm 37:27-28)
Ign 21 Mei 2013
(Sir 2:1-11; Mrk 9:30-37)
"Yesus dan murid-murid-Nya berangkat dari situ dan melewati Galilea,
dan Yesus tidak mau hal itu diketahui orang; sebab Ia sedang mengajar
murid-murid-Nya. Ia berkata kepada mereka: "Anak Manusia akan
diserahkan ke dalam tangan manusia, dan mereka akan membunuh Dia, dan
tiga hari sesudah Ia dibunuh Ia akan bangkit." Mereka tidak mengerti
perkataan itu, namun segan menanyakannya kepada-Nya. Kemudian tibalah
Yesus dan murid-murid-Nya di Kapernaum. Ketika Yesus sudah di rumah,
Ia bertanya kepada murid-murid-Nya: "Apa yang kamu perbincangkan tadi
di tengah jalan?" Tetapi mereka diam, sebab di tengah jalan tadi
mereka mempertengkarkan siapa yang terbesar di antara mereka. Lalu
Yesus duduk dan memanggil kedua belas murid itu. Kata-Nya kepada
mereka: "Jika seseorang ingin menjadi yang terdahulu, hendaklah ia
menjadi yang terakhir dari semuanya dan pelayan dari semuanya." Maka
Yesus mengambil seorang anak kecil dan menempatkannya di tengah-tengah
mereka, kemudian Ia memeluk anak itu dan berkata kepada mereka:
"Barangsiapa menyambut seorang anak seperti ini dalam nama-Ku, ia
menyambut Aku. Dan barangsiapa menyambut Aku, bukan Aku yang
disambutnya, tetapi Dia yang mengutus Aku." (Mrk 9:30-37), demikian
kutipan Warta Gembira hari ini
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan
sederhana sebagai berikut:
• Dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara pada umumnya yang
disambut dengan penuh hormat adalah mereka yang lebih tua atau lanjut
usia atau mereka yang sungguh berjasa demi kehidupan bersama atau yang
memiliki banyak pengalaman. Dalam hidup beriman kita diingatkan oleh
Yesus agar lebih menghormati anak kecil daripada orang dewasa. Mengapa
demikian? Karena yang layak untuk dihormati dalam hidup beriman atau
beragama tidak lain adalah mereka yang paling suci. Kiranya kita harus
sadar dan mengakui bahwa anak-anak kecil lebih suci daripada orang
dewasa, karena pada umumnya tambah usia dan pengalaman juga bertambah
dosanya, sedangkan anak-anak kecil belum berdosa. Maka dengan ini kami
mengingatkan dan mengajak segenap umat beriman atau beragama untuk
menyambut anak-anak kecil seperti menyambut Tuhan. Secara khusus kami
mengingatkan dan mengajak para orangtua maupun guru/pendidik agar
anak-anak atau peserta didik disambut dan diperlakukan dengan sebaik
mungkin, dengan kata lain didik dan damping anak-anak dengan segenap
hati, segenap jiwa, segenap akal budi dan segenap tenaga atau tubuh.
Orangtua maupun para guru/pendidik hendaknya lebih takut atau khawatir
ketika anak-anak atau peserta didik tidak tumbuh berkembang sebagai
pribadi cerdas beriman daripada takut kepada pimpinan sekolah atau
masyarakat. Kepada semuanya kami ingatkan dan ajak untuk lebih
mengutamakan pendidikan anak-anak dalam hidup bersama. Semoga anggaran
untuk pendidikan sungguh memadai di negeri kita ini serta tidak
dikorupsi. Tidak mendidik dan membina anak-anak dengan baik berarti
pelan-pelan 'bunuh diri' atau menghancurkan diri sendiri.
• "Anakku, jikalau engkau bersiap untuk mengabdi kepada Tuhan, maka
bersedialah untuk pencobaan. Hendaklah hatimu tabah dan jadi teguh,
dan jangan gelisah pada waktu yang malang. Berpautlah kepada Tuhan,
jangan murtad dari pada-Nya, supaya engkau dijunjung tinggi pada akhir
hidupmu. Segala-galanya yang menimpa dirimu terimalah saja, dan
hendaklah sabar dalam segala perubahan kehinaanmu.Sebab emas diuji di
dalam api, tetapi orang yang kepadanya Tuhan berkenan dalam kancah
penghinaan." (Sir 2:1-5). Kutipan di atas ini kiranya sungguh
merupakan nasihat atau saran yang begitu bagus dan mudah difahami,
namun mungkin sulit untuk dihayati. Setia hidup beriman atau mengabdi
Tuhan memang harus siap sedia menghadapi aneka pencobaan, masalah,
tantangan dan hambatan, dan untuk itu harus siap sedia untuk berjuang
dan berkorban. Maka hadapi dan sikapi aneka pencobaan, tantangan,
masalah maupun hambatan sebagai wahana pendewasaan atau pendidikan
iman kita agar semakin handal dan tangguh. Penderitaan yang lahir dari
kesetiaan hidup beriman merupakan wahana atau jalan menuju ke
kemurnian iman, menghilangkan aneka kepura-puraan atau kepalsuan.
Marilah kita meneladan satria-satria Pandawa Lima, sebagaimana
dikisahkan dalam pewayangan, bahwa sejak kecil mereka telah digembleng
melalui aneka penderitaan dan tantangan, sehingga kemudian tumbuh
berkembang sebagai tokoh-tokoh yang handal dan tangguh dalam
peperangan atau mengatasi aneka persoalan hidup. Kami berharap sekali
lagi agar orangtua tidak memanjakan anak-anaknya, melainkan fungsikan
anak-anak sedini mungkin dalam kehidupan bersama sesuai dengan
perkembangan dan kemungkinan, dengan kata lain hayati 'kaderisasi'
anak-anak sedini mungkin.
"Jauhilah yang jahat dan lakukanlah yang baik, maka engkau akan tetap
tinggal untuk selama-lamanya;8 sebab TUHAN mencintai hukum, dan Ia
tidak meninggalkan orang-orang yang dikasihi-Nya. Sampai
selama-lamanya mereka akan terpelihara, tetapi anak cucu orang-orang
fasik akan dilenyapkan." (Mzm 37:27-28)
Ign 21 Mei 2013
0 komentar:
Posting Komentar