"Setiap orang yang percaya kepadaNya beroleh hidup yang kekal"
(Kis 4:32-37; Yoh 3:7-15)
"Janganlah engkau heran, karena Aku berkata kepadamu: Kamu harus dilahirkan kembali. Angin bertiup ke mana ia mau, dan engkau mendengar bunyinya, tetapi engkau tidak tahu dari mana ia datang atau ke mana ia pergi. Demikianlah halnya dengan tiap-tiap orang yang lahir dari Roh." Nikodemus menjawab, katanya: "Bagaimanakah mungkin hal itu terjadi?" Jawab Yesus: "Engkau adalah pengajar Israel, dan engkau tidak mengerti hal-hal itu? Aku berkata kepadamu, sesungguhnya kami berkata-kata tentang apa yang kami ketahui dan kami bersaksi tentang apa yang kami lihat, tetapi kamu tidak menerima kesaksian kami. Kamu tidak percaya, waktu Aku berkata-kata dengan kamu tentang hal-hal duniawi, bagaimana kamu akan percaya, kalau Aku berkata-kata dengan kamu tentang hal-hal sorgawi? Tidak ada seorang pun yang telah naik ke sorga, selain dari pada Dia yang telah turun dari sorga, yaitu Anak Manusia. Dan sama seperti Musa meninggikan ular di padang gurun, demikian juga Anak Manusia harus ditinggikan, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal" (Yoh 3:7-15), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
· "Hidup yang kekal" berarti hidup mulia di sorga bersama Allah Pencipta untuk selama-lamanya setelah dipanggil Tuhan atau meninggal dunia. Kita semua kita mendambakan hidup yang kekal, maka marilah selama hidup di dunia saat ini kita senantiasa percaya kepadaNya, percaya kepada Yesus dengan menghayati semua ajaranNya serta meneladan cara hidup dan cara bertindakNya. Untuk meneladan cara hidup dan cara bertindak Yesus kita dapat membaca dan mengetahui melalui apa yang tertulis di dalam Kitab Suci. Apa yang dilakukan oleh Yesus antara lain "memberi makan yang kelaparan, memberi minum yang kelaparan, memberi tumpangan kepada orang asing, memberi pakaian yang telanjang, mengunjungi mereka yang menderita sakit atau berada di dalam penjara" (bdk Mat 25: 34-46). Di dalam lingkungan hidup maupun kerja kita kiranya ada saudara-saudari kita, yang lapar, haus, terasing, telanjang, sakit atau terpenjara, entah secara phisik maupun spiritual, maka marilah kita cermati lingkungan hidup atau kerja kita masing-masing. Dengan jiwa besar dan hati rela berkorban kita perhatikan mereka yang sungguh membutuhkan bantuan. Jika kita sungguh percaya kepada Yesus, kepada Tuhan kiranya kita tergerak untuk berbelas-kasihan kepada mereka yang lapar, haus, telanjang, sakit atau terpenjara. Jika kita mampu menolong secara duniawi kepada mereka, maka kita akan terbantu untuk menolong mereka secara spiritual atau rohani, sebaliknya jika secara duniawi saja kita pelit terhadap sesama kita, maka kita juga akan pelit memperhatikan hal-hal spiritual atau rohani.
· "Tidak ada seorang pun yang berkekurangan di antara mereka; karena semua orang yang mempunyai tanah atau rumah, menjual kepunyaannya itu, dan hasil penjualan itu mereka bawa dan mereka letakkan di depan kaki rasul-rasul; lalu dibagi-bagikan kepada setiap orang sesuai dengan keperluannya" (Kis 4:34-35), demikian berita perihal cara hidup jemaat perdana/purba, zaman para rasul. Jika kita memperhatikan aneka informasi kiranya kita tahu bahwa masih cukup banyak orang yang berkekurangan secara phisik atau dalam hal-hal duniawi alias miskin dalam hal harta benda dan uang. Selama masih ada orang yang berkekurangan dalam lingkungan hidup kita berarti ada ketidak-beresan dalam hal hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Allah menciptakan manusia serta ciptaan-ciptaaan lainnya demi kesejahteraan dan kebahagiaan semua manusia, dan apa yang diciptakan senantiasa baik adanya; makanan dan minuman disediakan secukupnya bagi seluruh umat manuia. Maka ketika masih ada yang berkekurangan berarti ada sementara orang yang serakah, egois dan cari enak sendiri, yang antara lain berpedoman 'menumpuk kekayaan untuk tujuh turunan'. Dengan ini kami mengharapkan mereka yang kaya akan harta dan uang atau berlebihan untuk sosial, memperhatikan saudara-saudari yang berkekurangan, mungkin tidak sampai seperti yang dilakukan jemaat purba, yang menjual seluruh kepunyaannya dan hasil penjualan diberikan kepada yang miskin dan berkekurangan, tetapi paling tidak telah terjadi pengorbanan dalam diri kita. Hendaknya semuanya setia pada bagian doa harian, doa Bapa Kami, yang kiranya kita doakan setiap hari, yaitu "Berilah kami hari ini rezeki secukupnya", secukupnya berarti sederhana sesuai tuntutan hidup sehat, bukan sebanyak-banyaknya.
"TUHAN adalah Raja, Ia berpakaian kemegahan, TUHAN berpakaian, berikat pinggang kekuatan. Sungguh, telah tegak dunia, tidak bergoyang; takhta-Mu tegak sejak dahulu kala, dari kekal Engkau ada. Peraturan-Mu sangat teguh; bait-Mu layak kudus, ya TUHAN, untuk sepanjang masa." (Mzm 93:1-2.5)
.
Jakarta, 13 April 2010
0 komentar:
Posting Komentar