"Hai engkau roh jahat! Keluar dari orang ini!"
(2Sam 15:13-14,30; 16:5-13a; Mrk 5:1-20)
"Lalu sampailah mereka di seberang danau, di daerah orang Gerasa. Baru saja Yesus turun dari perahu, datanglah seorang yang kerasukan roh jahat dari pekuburan menemui Dia. Orang itu diam di sana dan tidak ada seorang pun lagi yang sanggup mengikatnya, sekalipun dengan rantai, karena sudah sering ia dibelenggu dan dirantai, tetapi rantainya diputuskannya dan belenggunya dimusnahkannya, sehingga tidak ada seorang pun yang cukup kuat untuk menjinakkannya. Siang malam ia berkeliaran di pekuburan dan di bukit-bukit sambil berteriak-teriak dan memukuli dirinya dengan batu. Ketika ia melihat Yesus dari jauh, berlarilah ia mendapatkan-Nya lalu menyembah-Nya, dan dengan keras ia berteriak: "Apa urusan-Mu dengan aku, hai Yesus, Anak Allah Yang Mahatinggi? Demi Allah, jangan siksa aku!" Karena sebelumnya Yesus mengatakan kepadanya: "Hai engkau roh jahat! Keluar dari orang ini!" (Mrk 5:1-8), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini, saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
· Roh jahat atau setan menguasai banyak orang di dunia ini, sehingga cukup banyak orang bertindak jahat, seperti korupsi yang sungguh membuat penderitaan banyak orang. Korupsi memang sulit diberantas, apalagi ketika embrio korupsi dibiarkan terus tumbuh. Yang saya maksudkan dengan embriyo korupsi antara lain kebiasaan 'menyontek' di sekolah-sekolah. Memang hanya dengan bersatu dan bersama Tuhan kita mampu mengalahkan roh jahat atau setan, termasuk secara khusus memberantas korupsi yang masih marak di sana-sini, juga mengadakan gerakan preventif dengan memberlakukan 'dilarang menyontek' di sekolah-sekolah atau perguruan-perguruan tinggi. Bersama dan bersatu dengan Tuhan kita akan berani bertindak tegas, meneladan Yesus, dalam mengusir setan atau memberantas korupsi :"Hai engkau koruptor, enyahlah dari sini". Dengan ini kami mengajak dan mengingatkan kita semua: ketika di tempat kerja atau tugas kita ada tatanan atau aturan yang merangsang untuk bertindak jahat atau korupsi, hendaknya segera diluruskan atau dibereskan. Ketika ada rekan kerja atau rekan belajar melakukan korupsi atau menyontek sekecil apapun hendaknya kita tegor dan peringatkan untuk tidak melakukan lagi. Keberanian untuk menegor, memberantas dan mengingatkan, memang mengandaikan kita sendiri berbudi pekerti luhur, antara lain hidup dengan jujur dimanapun dan kapanpun. "Jujur adalah sikap dan perilaku yang tidak suka berbohong dan berbuat curang, berkata-kata apa adanya dan berani mengakui kesalahan, serta rela berkorban untuk kebenaran" (Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka – Jakarta 1997, hal 17).
· "Sedangkan anak kandungku ingin mencabut nyawaku, terlebih lagi sekarang orang Benyamin ini! Biarkanlah dia dan biarlah ia mengutuk, sebab TUHAN yang telah berfirman kepadanya demikian. Mungkin TUHAN akan memperhatikan kesengsaraanku ini dan TUHAN membalas yang baik kepadaku sebagai ganti kutuk orang itu pada hari ini." (2Sam 16:11-12), demikian kata Daud kepada Abisai. Dengan jujur Daud menyadari dan menghayati dirinya sebagai yang telah berdosa serta berharap pada kemurahan hati Tuhan. Kejujuran Daud ini kiranya baik menjadi permenungan atau refleksi bagi para petinggi, pejabat atau pemimpin yang telah berdosa, antara lain melakukan korupsi. Masyarakat umum atau rakyat tahu berapa upah atau gaji resmi dari para petinggi, pejabat atau pemimpin; mereka juga tahu bahwa sebagian besar kekayaan atau harta yang dimiliki beberapa pejabat, petinggi atau pemimpin diperoleh diluar gaji/upah resmi alias melalui korupsi terstruktur. Belum lama ini diramaikan pembicaraan harga mobil para menteri yang sangat mahal, lebih mahal daripada harga mobil yang dipakai oleh para menteri di negara-negara yang cukup kaya. Rasanya kebijakan pembelian mobil tersebut pasti ada ketidak-jujuran. Maka dengan ini kami mengharapkan kepada para petinggi, pejabat atau memimpin, yang telah menerima imbal jasa yang tidak halal atau tidak benar, dengan rendah hati dan jujur mengakui kesalahan yang telah dibuatnya. Kami berharap para petinggi, pejabat atau pemimpin dapat menjadi teladan hidup sederhana, sehingga tidak tergoda untuk melakukan korupsi atau memperkaya diri dengan mengkomersialisasikan jabatan atau fungsinya.
"Ya TUHAN, betapa banyaknya lawanku! Banyak orang yang bangkit menyerang aku; banyak orang yang berkata tentang aku: "Baginya tidak ada pertolongan dari pada Allah." Tetapi Engkau, TUHAN, adalah perisai yang melindungi aku, Engkaulah kemuliaanku dan yang mengangkat kepalaku. Dengan nyaring aku berseru kepada TUHAN, dan Ia menjawab aku dari gunung-Nya yang kudus" (Mzm 3:2-5)
Jakarta, 1 Februari 2010
0 komentar:
Posting Komentar