"Aku membaptis dengan air"
Mg Adven III: Yes 61:1-2a.10-11; 1Tes 5:16-24; Yoh 1:6-8.19-28
Mg Adven III: Yes 61:1-2a.10-11; 1Tes 5:16-24; Yoh 1:6-8.19-28
Pada Hari Minggu Adven III ini kepada kita ditampilkan tokoh Yohanes Pembaptis yang bertugas untuk mempersiapkan bangsanya atau saudara-saudarinya dalam rangka menyambut kedatangan Penyelamat Dunia. Selain mengajar ia juga tampil di sungai Yordan untuk membaptis mereka yang percaya kepada pengajaran atau pewartaanya, namun baptisan Yohanes hanya dengan air belum dengan dan dalam Roh. Dengan kata lain ia mempersiapkan fisik umatnya agar dalam keadaan bersih, sehingga kemudian juga siap sedia untuk menerima baptisan dalam dan oleh Roh yang akan disampaikan oleh Yesus, Penyelamat Dunia. Kita yang beriman kepada Penyelamat Dunia kiranya dipanggil untuk meneladan Yohanes Pembaptis, "Aku membaptis dengan air; tetapi di tengah-tengah kamu berdiri Dia yang tidak kamu kenal, yaitu Dia, yang datang kemudian dari padaku. Membuka tali kasut-Nya pun aku tidak layak" (Yoh 1:26-27). Maka marilah kita renungkan dan kenakan kata-kata di atas ini pada diri kita masing-masing.
"Aku membaptis dengan air; tetapi di tengah-tengah kamu berdiri Dia yang tidak kamu kenal, yaitu Dia, yang datang kemudian dari padaku. Membuka tali kasut-Nya pun aku tidak layak" (Yoh 1:26-27)
Air merupakan salah satu kebutuhan pokok atau utama bagi kita umat manusia, maupun ciptaan-ciptaan lainnya seperti binatang dan tanaman atau tumbuh-tumbuhan. Air juga merupakan sarana penyalur tenaga listrik yang paling handal dan baik. Seorang ahli kesehatan pendamping para olahragawan dan olahragawati pernah mengatakan bahwa sebelum olahraga hendaknya minum air putih secukupnya, demikian juga selama berolahraga merasa haus hendaknya cukup minum air putih. Air juga berfungsi untuk membersihkan, misalnya untuk mandi, mencuci alat-alat makan dan minum ataupun aneka jenis pakaian dan barang. Sebagian besar tubuh kita juga terdiri dari air.
Kita semua, yang beriman kepada Yesus Kristus, dipanggil untuk mempersiapkan diri kita maupun saudara-saudari kita dalam menyonsong kedatangan Penyelamat Dunia dengan mengadakan gerakan pembesihan atau penyucian diri, tentu saja tidak hanya secara phisik, tetapi terutama dan pertama-tama adalah secara spiritual atau rohani. Maka baiklah saya mengajak anda sekalian untuk mawas diri perihal janji-janji yang pernah kita ikrarkan misalnya janji baptis, janji perkawinan, janji imamat atau kaul-kaul seperti kaul hidup bakti atau membiara. Dari janji-janji tersebut kita yang sama dan mendasari adalah janji baptis.
Ketika kita dibaptis, entah baptis dewasa atau bayi (yang berarti diwakili oleh orangtua dan bapak atau ibu baptis kita), kita berjanji hanya mau mengabdi Tuhan Allah saja serta menolak godaan setan, dan sekirnya kita masih setia pada janji baptis tersebut berarti kita juga masih dalam keadaan bersih atau suci. Namun dengan jujur kiranya kita tidak dalam keadaan suci atau bersih sebagaimana diharapkan atau kita dambakan, maka marilah dengan rendah hati, tekun, cermat dan teliti kita periksa diri masing-masing sejauh mana atau dalam hal apa kita tidak bersih atau suci: perasaan, pikiran, sikap, tindakan atau kata-kata. Kemungkinan besar yang tidak bersih atau tidak suci bagi kita semua adalah perasaan dan pikiran. Menerima sesuatu yang tidak sesuai dengan selera atau keinginan pribadi, entah itu makanan atau minuman, tindakan atau kata-kata sering kita lalu dengan mudah berperasaan atau berpikiran jahat, sehingga kita sering sulit untuk istirahat atau tidur dengan baik, demikian juga tidak mudah berkonsentrasi dalam mengerjakan segala sesuatu yang harus kita kerjakan.
Meneladan Yohanes Pembaptis juga dipanggil untuk hidup dan bertindak dengan rendah hati. Salah satu wujud penghayatan keutaman kerendahan hati pada masa ini yang mendesak dan up to date ialah tidak mengeluh atau menggerutu ketika kita menerima perlakuan yang tidak sesuai dengan hati kita atau makanan dan minuman yang tidak sesuai dengan selera pribadi atau situasi dan kondisi lingkungan yang tidak enak. Hendaknya kita tidak mengeluh, melainkan dengan sabar dan lemah lembut menghadapi semuanya itu alias nikmati saja seraya merenungkan dan meresapkan kata-kata Yohanes Pembaptism yaitu "membuka tali kasutNya pun aku tidak layak".
"Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu. Janganlah padamkan Roh, dan janganlah anggap rendah nubuat-nubuat. Ujilah segala sesuatu dan peganglah yang baik. Jauhkanlah dirimu dari segala jenis kejahatan." (1Tes 5:18-22)
Apa yang dikatakan oleh Paulus kepada umat di Tesalonika di atas ini kiranya baik menjadi bahan permenungan atau refleksi kita bersama. "Mengucap syukurlah dalam segala hal", inilah kiranya yang pertama-tama dan terutama untuk kita renungkan atau refleksikan. Marilah kita sadari dan hayati bahwa hidup dan segala sesuatu yang kita miliki, nikmati dan kuasai sampai saat ini adalah anugerah Tuhan yang telah kita terima melalui sekian banyak orang yang telah berbuat baik kepada, mengasihi dan memperhatikan kita, orang yang lemah dan rapuh ini. Jika kita berani menyadari dan menghayati hal itu maka kita pasti akan berterima kasih dan bersyukur dalam segala hal.
Jika kita dapat berterima kasih dan bersyukur dalam segala hal, maka kita tidak akan 'memadamkan Roh, menganggap rendah nubuat-nubuat serta menjauhkan diri dari segala jenis kejahatan'. Kita akan hidup tidak serakah, melainkan sederhana dan pasrah, rendah hati dan lemah lembut; kita tidak akan melukai atau menyakiti sedikitpun saudara-saudari kita. Dalam perjalanan hidup dan panggilan kita masing-masing kiranya kita telah menerima aneka macam nubuat atau saran dan nasihat untuk menyongsong masa depan, maka hendaknya hal itu 'diuji', artinya diusahakan untuk dihayati atau dilaksanakan dengan sungguh-sungguh dan sebaik mungkin, dan sekiranya tidak benar pasti akan ketahuan, dan jika benar berbahagialah kita yang telah menghayati atau melaksanakannya.
Dalam kesempatan ini kami mengajak anda semua untuk 'menguji' charisma/spiritualitas, visi atau pedoman hidup dan panggilan kita masing-masing atau lembaga dimana kita berada di dalamnya, seperti lembaga hidup bakti, LSM, dst… Mungkin baik juga sebagai warganegara Indonesia kita pegang teguh 'Pancasila', dasar Negara kita, yang mungkin juga telah banyak dilupakan. Mungkin orang muak dengan usaha 'penataran P4' zaman Orde Baru, yang hanya ngomong dan diskusi saja tentang Pancasila namun tak dihayati apa yang menjadi visi atau nasihatnya, sehingga kurang perhatian lagi terhadap Pancasila. Sila kedua 'Perikemanusiaan' misalnya hemat saya pada masa kini sungguh mendesak dan up to date untuk kita hayati dan sebarluaskan, mengingat dan memperhatikan aneka kekerasan dan pelanggaran harkat martabat manusia masih marak di sana-sini. Menghormati dan menjunjung tinggi harkat martabat manusia, sehingga hidup secara manusiawi hemat saya merupakan persiapan yang bagus dalam rangka menyambut kedatangan Penyelamat Dunia.
"Aku bersukaria di dalam TUHAN, jiwaku bersorak-sorai di dalam Allahku, sebab Ia mengenakan pakaian keselamatan kepadaku dan menyelubungi aku dengan jubah kebenaran, seperti pengantin laki-laki yang mengenakan perhiasan kepala dan seperti pengantin perempuan yang memakai perhiasannya. Sebab seperti bumi memancarkan tumbuh-tumbuhan, dan seperti kebun menumbuhkan benih yang ditaburkan, demikianlah Tuhan ALLAH akan menumbuhkan kebenaran dan puji-pujian di depan semua bangsa-bangsa" (Yes 61:10-11). Apa yang diramalkan oleh Yesaya ini akan terwujud atau menjadi nyata jika kita hidup secara manusiawi, saling menghargai dan menghormati sebagai citra dan gambar Tuhan.
"Jiwaku memuliakan Tuhan, dan hatiku bergembira karena Allah, Juruselamatku, sebab Ia telah memperhatikan kerendahan hamba-Nya. Sesungguhnya, mulai dari sekarang segala keturunan akan menyebut aku berbahagia, karena Yang Mahakuasa telah melakukan perbuatan-perbuatan besar kepadaku dan nama-Nya adalah kudus. Dan rahmat-Nya turun-temurun atas orang yang takut akan Dia" (Luk 1:46-50)
Ign 11 Desember 2011
0 komentar:
Posting Komentar