"Sesudah aku akan datang Ia yang lebih berkuasa dari padaku; membungkuk dan membuka tali kasut-Nya pun aku tidak layak."
Mg Adven II : Yes 40:1-5.9-11; 2Ptr 3:8-14; Mrk 1:1-8
Mempersiapkan kedatangan atau kunjungan pejabat tinggi pada umumnya orang sungguh mempersiapkan diri sebaik mungkin, sehingga kunjungan atau kedatangan pejabat tinggi tersebut mengesan bagi siapapun. Hal yang sama juga terjadi dalam diri orang-orang yang mempersiapkan diri untuk suatu acara penting seperti perkawinan atau tahbisan imamat. Persiapan yang dilakukan antara lain: kebersihan lingkungan, dan bagi yang akan menikah atau ditahbiskan imam kiranya mempersiapkan diri dengan mawas diri sambil bertanya-tanya pada diri sendiri apakah dirinya layak atau mampu hidup berkeluarga sebagai suami-isteri atau menjadi imam, yang harus melayani umat Allah dengan rendah hati. Pada Minggu Adven II hari ini kepada kita dihadapkan tokoh Yohanes Pembaptis, yang sering juga disebut sebagai bentara Penyelamat Dunia, orang yang mempersiapkan jalan bagi kedatangan Penyelamat Dunia. Ia juga dikenal sebagai nabi besar dan terkenal serta disanjung-sanjung, namun dengan rendah hati ia menanggapi sanjungan para pengikutnya dengan berkata "Sesudah aku akan datang Ia yang lebih berkuasa dari padaku; membungkuk dan membuka tali kasut-Nya pun aku tidak layak." Marilah kita yang mempersiapkan diri kedatangan Penyelamat Dunia, Pesta Natal, meneladan semangat Yohanes Pembaptis.
"Sesudah aku akan datang Ia yang lebih berkuasa dari padaku; membungkuk dan membuka tali kasut-Nya pun aku tidak layak. Aku membaptis kamu dengan air, tetapi Ia akan membaptis kamu dengan Roh Kudus." (Mrk 1:7-8)
Yohanes Pembaptis sebagai 'bentara Penyelamat Dunia' mempersiapkan para pengikutnya dalam rangka menyambut kedatangan Penyelamat Dunia dengan membaptis mereka dengan air. Air memang antara berfungsi untuk membersihkan, antara lain kita mandi dengan air untuk membersihkan tubuh, tetapi hanya bagian luar, yang kelihatan saja. Tubuh kita mungkin kelihatan bersih, namun apakah hati, jiwa dan akal budi kita sungguh bersih kiranya dapat dipertanyakan. Yang mampu membersihkan hati, jiwa dan akal budi kita adalah Tuhan, maka Yohanes Pembaptis dengan rendah hati berkata "Sesudah aku akan datang Ia yang lebih berkuasa dari padaku; membungkuk dan membuka tali kasut-Nya pun aku tidak layak. Aku membaptis kamu dengan air, tetapi Ia akan membaptis kamu dengan Roh Kudus."
Kebersihan bagian luar sedikit banyak memang juga mencerminkan kebersihan bagian dalam (hati, jiwa, akal budi), maka marilah pertama-tama kita usahakan yang lebih mudah dahulu, yaitu kebersihan bagian luar, entah itu berarti tubuh kita atau lingkungan hidup, tempat tinggal atau tempat kerja kita. Orang berkata bahwa kebersihan adalah pangkal kesehatan, tentu saja kesehatan phisik. Kesehatan phisik hemat saya dapat menjadi jembatan menuju ke kesehatan spiritual, termasuk juga kesehatan emosional dan social. Maka ketika kebersihan phisik atau bagian luar sudah baik dan memadai, marilah dengan rendah hati kita usahakan bersama kebersihan bagi dalam: hati, jiwa dan akal budi. Dengan kata lain saya mengajak anda sekalian untuk mawas diri bahwa kita telah dibaptis juga dalam Roh serta menerima Sakramen Krisma: apakah kita senantiasa juga hidup dan bertindak sesuai dengan kehendak dan bisikan Roh Kudus, dan dengan demikian kita memiliki kecerdasan spiritual atau hidup dan bertindak sesuai dengan Roh Kudus sehingga cara hidup dan cara bertindak kita menghasilkan buah-buah Roh seperti "kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembut-an, penguasaan diri." (Gal 5:22-23).
"Damai sejahtera" itulah kiranya yang menjadi dambaan atau kerinduan kita bersama dan juga yang kita nantikan perayaannya, kedatangan Penyelamat Dunia, yang membawa damai sejahtera bagi semua umat manusia di bumi yang berkehendak baik. Marilah sejak sekarang kita usahakan damai sejahtera ini. Salah satu cara atau usaha yang hendaknya kita lakukan atau hayati dalam rangka mengusahakan damai sejahtera adalah hidup dalam kasih pengampunan, artinya kita sadari dan hayati bahwa kita telah menerima kasih pengampunan dari Tuhan secara melimpah ruah melalui orang-orang yang telah berbuat baik kepada kita dan mengasihi kita, dan selanjutnya kita dipanggil untuk menyebarluaskan kasih pengampunan kepada saudara-saudari kita kapan pun dan dimana pun. Marilah kita hayati dengan sungguh-sungguh bagian dari doa Bapa Kami, yang kita doakan setiap hari, yaitu "ampunilah kesalahan kami seperti kamipun mengampuni yang bersalah kepada kami".
"Saudara-saudaraku yang kekasih, yang satu ini tidak boleh kamu lupakan, yaitu, bahwa di hadapan Tuhan satu hari sama seperti seribu tahun dan seribu tahun sama seperti satu hari. Tuhan tidak lalai menepati janji-Nya, sekalipun ada orang yang menganggapnya sebagai kelalaian, tetapi Ia sabar terhadap kamu, karena Ia menghendaki supaya jangan ada yang binasa, melainkan supaya semua orang berbalik dan bertobat." (2Ptr 3:8-9)
"Di hadapan Tuhan satu hari sama seperti seribu tahun dan seribu tahun sama seperti satu hari", inilah yang mungkin baik kita renungkan atau refleksikan bersama dalam rangka menyongsong kedatangan Penyelamat Dunia. Di hadapan Tuhan mau tak mau kita harus hidup dan bertindak bersama dan bersatu dengan Tuhan alias dikuasai atau dirajai oleh Tuhan. Hidup dan segala sesuatu yang menyertai kita, atau kita miliki dan kuasai sampai saat ini adalah anugerah Tuhan, yang Maha Murah dan Maha Kasih, maka berada di hadapan Tuhan apa yang kita dambakan dan rindukan, yaitu damai sejahtera pasti menjadi kenyataan atau terwujud.
Tuhan senantiasa menepati janjiNya dan sabar terhadap kita semua demi pertobatan atau pembaharuan hidup kita, orang-orang lemah, rapuh dan berdosa ini. Kita tanggapi kesetiaan dan kesabaran Tuhan dengan hati, jiwa, akal budi dan tubuh terbuka, sehingga kita pun juga menerima anugerah kesetiaan dan kesabaran, dan sebagai ucapan syukur dan terima kasih kita atas anugerah tersebut, tidak lain adalah meneruskan atau menyebarluaskan kesetiaan dan kesabaran melalui cara hidup dan cara bertindak kita dimana pun dan kapan pun.
"Setia adalah sikap dan perilaku yang menunjukkan keterikatan dan kepedulian atas perjanjian yang terkait", sedangkan "sabar adalah sikap dan perilaku yang menunjukkan kemampuan dalam mengendalikan gejolak diri dan tetap bertahan seperti keadaan semula dalam menghadapi berbagai ransangan atau masalah". (Lih Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka – Jakarta 1997, hal 24). Kesetiaan dan kesabaran hemat saya merupakan keutamaan-keutamaan yang mendesak dan up to date pada masa kini untuk kita hayati dan sebarluaskan, mengingat dan memperhatikan cukup banyak orang tidak setia dan tidak sabar dalam cara hidup dan cara bertindak mereka.
Salah satu bentuk hidup dalam damai sejahtera dalam Tuhan memang antara lain hidup setia pada panggilan dan tugas pengutusan, serta sabar dalam menghadapi aneka tantangan, hambatan dan masalah, yang muncul karena kesetiaan tersebut. Setia pada panggilan dan tugas pengutusan tak akan terbebaskan dari aneka tantangan, masalah dan hambatan, maka hadapilah dengan kesabaran sebagai wahana untuk meneguhkan dan memperkuat kesetiaan. Kami harapkan para suami-isteri dapat menjadi teladan kesabaran dan kesetiaan bagi anak-anak, demikian juga para pimpinan rumah atau komunitas bagi para anggota atau bawahannya.
"Kasih dan kesetiaan akan bertemu, keadilan dan damai sejahtera akan bercium-ciuman. Kesetiaan akan tumbuh dari bumi, dan keadilan akan menjenguk dari langit. Bahkan TUHAN akan memberikan kebaikan, dan negeri kita akan memberi hasilnya. Keadilan akan berjalan di hadapan-Nya, dan akan membuat jejak kaki-Nya menjadi jalan."
(Mzm 85:11-14)
Ign 4 Desember 2011
0 komentar:
Posting Komentar