"Jagalah dirimu, supaya hatimu jangan sarat oleh pesta pora dan kemabukan serta kepentingan-kepentingan duniawi"
MG ADVEN I : Yes 33:14-16; 1Tes 3:12-4:2; Luk 21:25-28.34-36
Para pelajar atau mahasiswa-mahasiswi yang sedang mempersiapkan diri untuk menghadapi ulangan umum atau ujian pada umumnya ditandai dengan keprihatinan dalam hidupnya, antara lain rajin belajar dan mengurangi untuk bersenang-senang seperti nonton atau bepergian. Hal tersebut dilakukan dengan harapan dapat sukses dalam ulangan atau ujian, dan dengan demikian ulangan atau ujian membuahkan kegembiraan atau kebahagiaan. Hari ini kita memasuki Tahun Baru Liturgy, masa adven, waktu untuk mempersiapkan diri menyambut Kelahiran Penyelamat Dunia, Hari Raya Natal. Warna pakaian liturgy adalah ungu, symbol keprihatinan, maka selama masa adven kita juga dipanggil untuk 'berprihatin', yang antara lain ditandai dengan bentuk matiraga sesuai dengan panggilan, tugas pengutusan dan lingkungan hidup kita masing-masing.
"Jagalah dirimu, supaya hatimu jangan sarat oleh pesta pora dan kemabukan serta kepentingan-kepentingan duniawi dan supaya hari Tuhan jangan dengan tiba-tiba jatuh ke atas dirimu seperti suatu jerat" (Luk 21:34)
Dalam kutipan Injil Lukas di atas ini yang dimaksudkan dengan 'hari Tuhan' kiranya adalah kematian kita, saat kita dipanggil Tuhan, dimana Tuhan mendatangi kita secara pribadi dan memanggil kita untuk hidup mulia kembali di sorga untuk selama-lamanya. Adven berasal dari bahasa Latin "advenio /adveniare" yang antara lain berarti mendekati, dan menjadi kata sifat 'adventus' yang berarti hal mendekati. Kita memasuki masa adven berarti memasuki kegiatan atau gerakan dalam mendekati atau menyongsong kedatangan atau kelahiran Penyelamat Dunia. Sebagaimana seorang ibu atau bapak menyongsong kelahiran anaknya senantiasa dijiwai oleh harapan dan matiraga tertentu, maka pada masa adven ini kita juga diajak mawas diri perihal keutamaan harapan dan matiraga.
Ada tiga keutamaan utama, yaitu 'iman, harapan dan cinta'. Apa isi harapan? Baiklah saya kutipan surat Petrus untuk mawas diri perihal harapan sbb.: "Kamu harus dengan sungguh-sungguh berusaha untuk menambahkan kepada imanmu kebajikan, dan kepada kebajikan pengetahuan, dan kepada pengetahuan penguasaan diri, kepada penguasaan diri ketekunan, dan kepada ketekunan kesalehan, dan kepada kesalehan kasih akan saudara-saudara, dan kepada kasih akan saudara-saudara kasih akan semua orang." (2Pet 1:5-7). Isi dari harapan tidak lain adalah kebajikan, pengetahuan, penguasaan diri, ketekunan, kesalehan. Maka marilah di masa adven kita mawas diri perihal keutamaan-keutamaan yang menjadi isi dari harapan tersebut:
· Kebajikan: selama masa adven kita dipanggil untuk berbuat baik atau melakukan apa yang baik sebanyak mungkin kepada saudara-saudari kita, dan tentu saja.pertama-tama kepada mereka yang setiap hari hidup dan bekerja bersama dengan kita. Di perjalanan, entah ketika sedang berjalan kaki atau sebagai penumpang atau pengendara/pengemudi juga ada banyak kesempatan untuk berbuat baik, misalnya memberi kesempatan orang cacat, tua, lemah untuk duduk, menghormati kendaraan yang lebih kecil, memberi kesempatan orang lain untuk lewat lebih dahulu, dst…
· Pengetahuan: berbuat baik pada masa kini mungkin butuh pengetahuan, agar tindakan baik yang dilakukan efisien, efektif dan afektif. Dengan kata lain di masa adven ini kita dipanggil untuk menghayati dan meningkatkan sikap mental 'belajar' alias mencari tahu sebanyak mungkin dalam berbagai hal dengan berbagai cara yang dimungkinkan. Berbagai perkembangan dan pertumbuhan yang sedang dan akan terus berlangsung menuntut kita semua untuk belajar terus menerus. Orang yang terus menerus belajar akhirnya pasti akan menyadari dan mengakui diri sebagai yang terbatas, tak mungkin mengetahui semuanya, dengan kata lain ia akan sampai pada keutamaan penguasaan diri.
· Penguasaan diri: menguasai diri rasanya tidak mudah, karena orang pertama-tama harus mampu mengenal diri sendiri sebaik dan seoptimal mungkin. Orang yang dapat menguasai diri akan mampu menempatkan diri atau memfungsikan diri dalam kehidupan bersama yang terus tumbuh berkembang saat ini. Ketika orang dapat menguasai diri, maka tindakan terhadap orang lain adalah melayani bukan menguasai, dan ketika orang setia melayani orang lain lahirlah ketekunan.
· Ketekunan: "Tekun adalah sikap dan perilaku yang menunjukkan kesungguhan yang penuh daya tahan dan terus menerus serta tetap semangat dalam melakukan sesuatu" (Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka Jakarta 1997, hal 27). Penuh daya tahan dan bersemangat itulah yang menjadi panggilan kita dalam menghadapi aneka tantangan dan hambatan serta masalah, dengan kata lain orang tetap bergairah dalam berbagai masalah dan kesempatan. Buah dari ketekunan terus menerus tidak lain adalah kesalehan. .
· Kesalehan. Kesalehan dalam bahasa Jawa 'sumeleh' berarti pasrah diri pada Yang Ilahi, tentu saja tidak berarti pasif melainkan aktif dan proaktif, karena Yang Ilahi atau Tuhan juga aktif dan proaktif terus-menerus. Mempersembahkan diri kepada Tuhan berarti mengikuti kehendak dan perintah Tuhan, dan kehendak atau perintahNya yang utama dan pertama adalah "saling mengasihi".
Untuk mengusahakan keutamaan-keutamaan, isi harapan, di atas kiranya butuh matiraga atau lakutapa, maka hendaknya di masa adven juga mawas diri perihal matiraga atau lakutapa.
"Kiranya Tuhan menjadikan kamu bertambah-tambah dan berkelimpahan dalam kasih seorang terhadap yang lain dan terhadap semua orang, sama seperti kami juga mengasihi kamu. Kiranya Dia menguatkan hatimu, supaya tak bercacat dan kudus, di hadapan Allah dan Bapa kita pada waktu kedatangan Yesus, Tuhan kita, dengan semua orang kudus-Nya"(1Tes 3:12-13).
Penyelamat Dunia yang kita songsong kelahiran atau kedatanganNya adalah Penyelamat bagi semua orang, maka baiklah kita siapkan dengan mawas diri perihal panggilan kita, sebagaimana diingatkan Paulus kepada umat Tesalonika :"bertambah-tambah dan berkelimpahan dalam kasih seorang tehadap yang lain dan terhadap semua orang". Jika kita dapat mawas diri dengan baik dan benar, kiranya kita akan mampu menyadari dan menghayati diri sebagai 'yang terkasih' artinya sampai saat ini telah menerima kasih berkelimpahan dari Allah melalui sesama atau saudara-saudari kita. Jika masing-masing dari kita dapat menghayati diri sebagai 'yang terkasih', maka panggilan untuk saling mengasihi dengan semua orang mudah sekali, karena bertemu dengan siapapun berarti 'yang terkasih bertemu dengan yang terkasih' dan dengan demikian saling mengasihi..
Saling mengasihi ini hemat saya perlu dihayati pertama-tama dan terutama dengan mereka yang setiap hari hidup dan bekerja dengan kita: segenap anggota keluarga, rekan belajar atau rekan bekerja. Ketika kita dengan mereka yang dekat dengan kita dapat saling mengasihi satu sama lain dengan baik, maka dengan mudah kita mengasihi orang lain, sebaliknya jika dengan mereka yang dekat kita tak mampu saling mengasihi, maka mengasihi yang lain berarti melarikan diri dari tanggungjawab alias pengecut. Para bapak-ibu atau suami-isteri kami dambakan dapat menjadi teladan dalam saling mengasihi bagi anak-anaknya serta keluarga besar. Akhir kata marilah kita renungkan seruan Yesaya ini: "Orang yang hidup dalam kebenaran, yang berbicara dengan jujur, yang menolak untung hasil pemerasan, yang mengebaskan tangannya, supaya jangan menerima suap, yang menutup telinganya, supaya jangan mendengarkan rencana penumpahan darah, yang menutup matanya, supaya jangan melihat kejahatan, dialah seperti orang yang tinggal aman di tempat-tempat tinggi, bentengnya ialah kubu di atas bukit batu; rotinya disediakan air minumnya terjamin"(Yes 33:15-16)
.
"Siapakah itu Raja Kemuliaan?" "TUHAN, jaya dan perkasa, TUHAN, perkasa dalam peperangan!" Angkatlah kepalamu, hai pintu-pintu gerbang, dan terangkatlah kamu, hai pintu-pintu yang berabad-abad, supaya masuk Raja Kemuliaan! "Siapakah Dia itu Raja Kemuliaan?" "TUHAN semesta alam, Dialah Raja Kemuliaan!"(Mzm 24:8-10)
Jakarta, 29 November 2009
0 komentar:
Posting Komentar