Fans Page Facebook http://imankatolik.or.id

imankatolik.or.id on Facebook

Rabu, 11 Agustus 2010

12 Agustus - Yeh 12:1-12; Mat 18:21-19:1

"Sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku ?"

(Yeh 12:1-12; Mat 18:21-19:1)

 

"Kemudian datanglah Petrus dan berkata kepada Yesus: "Tuhan, sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa terhadap aku? Sampai tujuh kali?" Yesus berkata kepadanya: "Bukan! Aku berkata kepadamu: Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali" (Mat 18:21-22), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.  .

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   "Ampunilah kami seperti kamipun mengampuni yang bersalah kepada kami", demikian kutipan dari doa Bapa kami, doa harian, doa yang mungkin lebih dari sekali kita doakan setiap hari. Pertanyaannya: "apakah doa tersebut meresapi dalam hati dan kemudian menjiwai cara hidup dan cara bertindak kita setiap hari?". Sabda hari ini mengingatkan dan mengajak kita semua untuk hidup saling mengampuni. Hendaknya kita saling mengampuni sampai tujuh puluh kali tujuh berarti suatu ajakan atau panggilan untuk selalu saling mengampuni. Kita semua dipanggil untuk senantiasa menyalurkan kasih pengampunan Allah yang telah kita terima secara melimpah ruah melalui saudara-saudari kita. Ingatlah dan hayatilah bahwa masing-masing dari kita sejak masih berada di dalam kandungan ibu kita masing-masing telah menerima kasih pengampunan sampai saat ini, lebih-lebih dari atau melalui ibu kita menerima kasih pengampunan, sebagaimana disenandungkan dalam sebuah lagu "Kasih ibu kepada beta tak terhingga sepanjang masa, hanya memberi tak harap kembali,  bagai sang surya menyinari dunia". Semoga para ibu dapat menjadi saksi atau teladan dalam pengampunan ini di dalam hidup sehari-hari. Salah satu cara agar kita dapat dengan mudah dan enak mengampuni orang yang telah bersalah kepada kita, antara lain hendaknya kita senantiasa menyadari dan menghayati diri sebagai yang berdosa serta dengan rendah hati senantiasa melihat apa yang baik dalam diri orang yang telah menyalahi kita tersebut. Ingat bahwa mereka yang menyalahi kita belum tentu salah, karena mungkin mereka tidak tahu bagaimana harus berbuat, dan orang yang tidak tahu berarti tidak salah.


·   "Hai anak manusia, engkau tinggal di tengah-tengah kaum pemberontak, yang mempunyai mata untuk melihat, tetapi tidak melihat dan mempunyai telinga untuk mendengar, tetapi tidak mendengar, sebab mereka adalah kaum pemberontak. Maka engkau, anak manusia, sediakanlah bagimu barang-barang seorang buangan dan berjalanlah seperti seorang buangan pada siang hari di hadapan mata mereka; pergilah dari tempatmu sekarang ke tempat yang lain seperti seorang buangan di hadapan mata mereka. Barangkali mereka akan insaf bahwa mereka adalah kaum pemberontak." (Yeh 12:2-3). Para pemberontak memang memiliki mata dan telinga, tetapi tidak melihat dan mendengarkan, dan pada umumnya hidup dan bertindak hanya mengikuti kemauan sendiri atau selera pribadi. Kita dipanggil untuk menyadarkan para pemberontak, entah dalam kehidupan bersama kita di tingkat apapun dan dimanapun, dan kiranya terutama yang ada di dalam keluarga atau komunitas kita masing-masing. Kami percaya diam-diam di antara anggota keluarga ada yang ingin memberontak atau sudah memberontak, misalnya tidak taat pada aturan atau kebijakan dalam keluarga atau pada orangtua. Kiranya cukup banyak anak-anak yang menjadi pemberontak alias melawan orangtuanya. Anak-anak yang demikian ini hemat saya mereka merasa kurang dikasihi, maka penyadaran bagi mereka berarti menyadarikan mereka sebagai yang dikasihi atau yang terkasih. Ingatkan dan ajaklah anak-anak untuk menyadari dan menghayati diri kembali ketika masih berada di dalam rahim ibu, masih bayi yang sering menangis dan mengganggu ibu, dst.. dan ibu tidak marah atau membenci melainkan tetap setia mengasihi. Jika mungkin anak-anak diminta membaca buku mungil yang berjudul 'Sembilan bulan dalam kandungan atau rahim ibu'. Dalam kutipan di atas diingatkan bahwa untuk menyadarkan pemberontak kita diharapkan menempatkan diri sebagai yang terbuang, alias menjadi korban pemberontakan. Kami percaya di dalam hati kecil pemberontak pasti masih ada kasih, dan ketika melihat orang terbuang dan menderita pasti tersentuh untuk melakukan sesuatu yang lebih baik.

 

"Tetapi mereka mencobai dan memberontak terhadap Allah, Yang Mahatinggi, dan tidak berpegang pada peringatan-peringatan-Nya; mereka murtad dan berkhianat seperti nenek moyang mereka, berubah seperti busur yang memperdaya; mereka menyakiti hati-Nya dengan bukit-bukit pengorbanan mereka, membuat Dia cemburu dengan patung-patung mereka" (Mzm 78:56-58)

 

Jakarta, 12 Agustus 2010


0 komentar: